LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASKEP THYPOID PADA ANAK
2.1 PENGERTIAN THYPOID
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 ETIOLOGI THYPOID
1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 370C dan mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
2.3 PATOFISIOLOGI THYPOID
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
2.4 TANDA DAN GEJALA THYPOID
Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2.6 PENATALAKSANAAN
a. Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnay kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
5. Vitamin dan mineral
d. Pengobatan
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari, maksimum pemberian 2g/hari. Dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2. Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela 10 hari.
4. Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2 minggu.
5. Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM atau IV. 1x1, sela 5 -7 hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.
6. Golongan Fluorokuinolon
a. Norfloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari
b. Siprofloksasin : dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari
c. Ofloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari
d. Pefloksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
e. Fleroksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
f. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan tertentu seperti: tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S, 2001 ).
2.7 KOMPLIKASI
1. Perdarahan usus
2. Miokarditis
3. Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
4. Meningitis ensefalopati
5. Bronkopneumonia
6. Anemia
2.8 PENCEGAHAN DEMAM TIFOID
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1) Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
2) Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3) Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
- Diagnosis klinik.
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
- Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
- Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
- Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
- Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b.Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d.Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.
Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10.Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;
- tidak demam
- tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c. Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d. Anjurkanuntukbanyakminum air putih
R/: Peningkatansuhutubuhmengakibatkanpenguapansehinggaperludiimbangidenganasupancairan yang banyak
e. Kolaborasipemberianantiviretik, antibiotik
R/: Mempercepatprosespenyembuhan, menurunkandemam. Pemberianantibiotikmenghambatpertumbuhan dan prosesinfeksidaribakteri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak mual
- tidak demam
- muntah
- suhu tubuh dalam batas normal
a. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi kebutuhan cairan.
b. Monitor dan catat intake dan output cairan
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h. Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a. Kaji pola eliminasi pasien
R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b. Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c. Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d. Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e. Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
- tidak demam
- mual berkurang
- tidak ada muntah
- porsi makan tidak dihabiskan
a. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c. Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
g. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
h. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
i. Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
- pasien mengatakan tidak lemah
- tampak rileks
a. Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan :nyerihilang/berkuran
Kriteriahasil :
- Tidakadakeluhannyeri
- Wajahtampaktampakrileks
- TTV dalam batas normal
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
c. Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e. Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
- Melaporkan tidur nyenyak
- Klien tidur 8-10 jam semalam
- Klien tampak segar
a. Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
b. Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak ada keluhan sesak
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
b. Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
c. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d. Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
e. Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi gangguan kesadaran
a. Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
b. Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
c. Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera
d. Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai.
10.Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan : tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil :
- Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
a. Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
c. Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
d. Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
11.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
- ekspresi tenang
- Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
c. Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
d. Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
e. Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar