KONSEP DASAR NYERI
Nyeri
2.2.1
Definisi
Nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut
pernah mengalaminya.(Mc.Coffery, 1979)
Nyeri adalah pengalaman sensori serta
emosi yang tidak menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2002).
Nyeri merupakan suatu perasaan menderita
secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan (Wolf
Weifsel Feurst,1972)
Menurut keperawatan nyeri adalah apapun
yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya.Menurut
International Association for study of pain (IASP) nyeri adalah sensori
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
2.2.2
Etiologi
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Trauma pada jaringan tubuh,
misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau cidera
2. Iskemik jaringan,
3.
Spasmus Otot merupakan suatu keadaan
kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi
pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang
berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang
lama.
4.
Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tek anan lokal
dan juga karena ada pengeluaran zat
histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5. Post operasi setelah dilakukan
pembedahan
2.2.3
Patofisiologi
Pada
saat sel saraf rusak akibat trauma
jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan
enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf
reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui
saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu
mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan
stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat
juga menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit chayatin,N.mubarak,2007)
2.2.4 Manifestasi klinis
1.
Gangguam tidur
2.
Posisi menghindari nyeri
3.
Gerakan meng hindari nyeri
4.
Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5.
Perubahan nafsu makan
6.
Tekanan darah meningkat
7.
Nadi meningkat
8.
Pernafasan meningkat
9.
Depresi,frustasi
2.2.5 Komplikasi
1. Edema Pulmonal
2. Kejang
3. Masalah Mobilisasi
4. Hipertensi
5. Hipovolemik
6. Hipertermia
2.2.6 Klasifikasi Nyeri
Nyeri
dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan
dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai
nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan. (Brunner & Suddarth, 1996).
Berger
(1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang
berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut
jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot,
keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri
kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode
waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri
kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini
bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan
meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan
meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan
dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
2.2.7
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan
USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b. Rontgen
untuk mengetahui tulang atau organ dalam
yang abnormal
c. Pemeriksaan
LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct
Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah
2.2.8 Fisiologis terhadap nyeri
1. Stimulasi
Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial) :
a. Dilatasi
saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b. Peningkatan
heart rate
c. Vasokonstriksi
perifer, peningkatan BP
d. Peningkatan
nilai gula darah
e. Diaphoresis
f. Peningkatan
kekuatan otot
g. Dilatasi
pupil
h. Penurunan
motilitas GI
2. Stimulus
Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) :
a. Muka
pucat
b. Otot
mengeras
c. Penurunan
HR dan BP
d. Nafas
cepat dan irreguler
e. Nausea
dan vomitus
f. Kelelahan
dan keletihan
3. Respon
tingkah laku terhadap nyeri :
a. Respon
perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
- Pernyataan
verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
- Ekspresi
wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4. Gerakan
tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
5. Kontak
dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu
yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien
dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam
mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart
& McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase
antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase
ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase
sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase
ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap
nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin
membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari
stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin
tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien
bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan
nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak
mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat
untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3. Fase
akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase
ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Faktor
yang mempengaruhi respon nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri,
sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa
kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.
Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap
nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan
wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih
dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita
boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana
seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna
nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman
seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan
perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990),
perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,
guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman
masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi
nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung
pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola
koping
Pola koping adaptif akan mempermudah
seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support
keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindungan
2.2.9 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang
seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri
sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang
sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang
nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut
smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0
:Tidak nyeri
1-3
: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasivdengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif
klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat :
secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10
: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi, memukul.
Karakteristik
paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah.
2.3
Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian ( Nanda, 2005 )
I. Nyeri akut
a .Mengkaji perasaan klien
b. Menetapkan respon fisiologis
klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
c. Mengkaji keparahan dan
kualitas nyeri
II.
Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi
perilaku afektif dan kognitif. Selain itu terdapat komponen yang harus di
perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri yang di alami pasien. Dalam
melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien melaporkan
adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cidera
atau luka.
Pengkajian status nyeri dilakukan
dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
a. P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor
pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
b. Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri
seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
c.
R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen
kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
d.
S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau
sangat nyeri.
e.
T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan
dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
Respon fisiologis
a. Respon simpatik
- peningkatan frekuensi pernafasan
- dilatasi saluran bronkiolus
- peningkatan frekuensi denyut
jantung
- dilatasi pupil
- penurunan mobilitas saluran cerna
b. Respon parasimpatik
- pucat
- ketegangan otot
- penuru nan denyut jantung
- mual dan muntah
Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di
tunjukan oleh pasien antara lain perubahan postur tubuh, mengusap, menopong
wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis,
mengerutkan alis
Respon afektif
Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang
perawat. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri. Pola
kognitif dan perceptual
a. Nyeri
(kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
b. Skala nyeri
2.3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut b.d cidera fisik
2.
Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
3.
Gangguan pola tidur b.d
ketidaknyaman fisik
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
intake kurang
5.
Defisit perawatan diri b.d gangguan
mobilitas fisik
6.
Ansietas b.d krisis situasional
2.3.3 Intervensi Dan Implementasi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,masalah
nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a. adanya penurunan intensitas nyeri
b. ketidak nyamanan akibat nyeri
berkurang
c. tidak menunjukan tanda-tanda fisik
dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
1. Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor pencetus,berat ringannya nyeri yang
dirasakan.
2. Ajarkan tekhnik relaksasi kepada
pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien
apa bila nyeri timbul
3. Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
2. Nyeri kronis b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
a. tidak mengekspresikan nyeri secara
verbal atau pada wajah
b. tidak ada posisi tubuh yang
melindungi
c. tidak ada kegelisahan atau
ketegangan otot
d. tidak kehilangan nafsu makan
e. frekuensi nyeri dan lamanya episode
nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Intervensi :
1. kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek
penggunaan pengobatan jangka panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan
umum pasien, : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri
dirasakan,faktor pencetus,berat
ringannya nyeri yang dirasakan serta mengetahui efek penggunaan obat secara
jangka panjang
2. Bantu pasien mengidentifikasi
tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui tingkat
nyeri pasien
3. Ajarkan pola istirahat/tidur yang
adekuat
Rasional : untuk mengurangi rasa
nyeri secara adekuat
4. kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : untuk mengurangi rasa
nyeri
3. Intoleransi Aktifitas b.d kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
a. Pasien dapat melakukan aktivitasnya
sendiri
b. Pasien tidak lemas
Intervensi :
1. Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui
perkembangan dari pasien
2. Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar
aktivitas pasien
3. Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan
pengobatan
4. Gangguan pola tidur b.d perubahan lingkungan(hospitalisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut
:
a. Kebutuhan tidur tercukupi
b. Pasien tampak segar
c. Tidak sering terbangun pada saat
tidur
Intervensi :
1. Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan
tidur pasien setiap hari
2. Ciptakan lingkungan nyaman dan
tenang batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman
dan dapat tidur dengan nyenyak.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
a. Nafsu makan bertambah
b. Pasien tampak lemas
Intervensi :
1. Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui
kebutuhan nutrisi pasien
2. Jelaskan kepada pasien tentang
pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam
memperluas pengetahuan tentang nutrisi
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi
yang seimbang
2.3.4 Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi
sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien maka diharapakan :
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau
beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya
berkurang