LAPORAN PENDAHULUAN
KARSINOMA NASOFARING
OLEH:
ELLA MARTHA LAUDYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN KARSINOMA NASOFARING
I.Konsep
Teori Karsinoma Nasofaring
A.
Definisi Karsinoma Nasofaring
·
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas
yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan
atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
·
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor
ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006).
·
Karsibnoma nasofaring adalah sebuah kanker yang
bermula tumbuh pada sel epitelial batas permukaan badan internal dan eksternal
sel didaerah nasofaring (american cancer asosiety,2011).
·
Karsinoma nasofaring adalah keganasan yang
muncul pada daerah nasofaring (area diatas tengorokan dibelakang hidung).
·
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan
kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan
terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan.
B.
Anatomi
Nasofaring
·
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas,belakang dan lateral yang
termasuk bagian dari faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi.
·
Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius yang merupakan bagian
dari pendengaran.
·
Pada usia muda dinding postero-superior
nasofaring umumnya tidak rata karena adanya jaringan adenoid.
·
Pada atap nasofaring sering terlihat
lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa.
·
Nasofaring terdapat banyak saluran getah bening.
·
Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat
pada belakang rongga hidung.
C.
Epidemiologi
KNF
dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah
usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Laki-laki lebih banyak
dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum
dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika
Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).
Di
Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di
seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung dan
Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir,
2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per
100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Punagi,2007). Dari data
laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ,periode Januari 2000 sampai Juni
2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT adalah KNF. Di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF.
D.
Etiologi
Terjadinya
KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak
tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan
Genetik
Walaupun
karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol
dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human
leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan
adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009) .
2. Infeksi Virus
Eipstein-Barr
Banyak
perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan
ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia
dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan
mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali
pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA),
sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di
Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated)
dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif
(dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung
dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma (Nasir,
2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
3. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek
dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam rumah juga dapat meningkatkan
angka kejadian KNF.(gangguly,2003)
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut
berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan
Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon
aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan
Nasir, 2009).
E.
Tanda dan gejala
1.
Gejala dini
aa. Gejala
telinga
·
Rasa penuh pada
telinga
·
Tinitus
·
Gangguan
pendengaran
ab. Gejala
hidung
·
Epistaksis
·
Obstruksi hidung
ac.
Gejala mata dan saraf
·
Diplopia
·
Gerakan bola mata
terbatas
·
Juling
2.
Gejala lanjut
·
Limfadenopati
servikal
·
Gejala akibat
perluasan kedaerah sekitar.ex : sakit kepala hebat krn meluas kedaerah kranial.
·
Gejala akibat
metastasis jauh .ex : pada femur , hati , paru , ginjal, dan limpa
F.
Penggolongan
Ca Nasofaring :
T1
: Kanker terbatas di rongga nasofaring.
T2
: Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah
parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus
stiloideus dan margo posterior garis tengah foramen magnum os
oksipital ).
T3
: Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial,
fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok
anterior atau posterior.
T4
: Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker
mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
N0
: Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
N1
: Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm.
N2
: Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
N3
: Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm.
M0
: Tak ada metastasis jauh.
M1
: Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1. Stadium
I :
T1N0M0
2. Stadium
II :
T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium
III : T3N0 -
2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium
IVa : T4N0 – 3M0, T0 –
4N3M0
5. Stadium
IVb :T apapun, N Apapun, M1
G.
Pemeriksaan diagnostik
1.
Anamnesis
Terdiri dari gejala hidung ,gejala telinga , gejala
mata dan saraf serta gejala mestatasis.
2.
Pemeriksaan fisik
·
Pemeriksaan
status generalis dan status lokalis
·
Pemeriksaan
nasofaring : rinoskopi posterior dan nasofaringoskopi fiber/rigid
3.
Pemeriksaan laboraturium
·
Hematologik
·
SGOT dan SGPT
·
Serologi Ig A
VCA,Ig A EA
4.
Pemeriksaan radiologi
·
Ct-scan
·
MRI
·
Pencitraan
seluruh tubuh
·
Chest x-ray
5.
Pemeriksaan patologi anatomi
·
Biopsi nasofaring
6.
Pemeriksaan neuro-oftalmologi
H.
Penatalksanaan
medis
1.
Radioterapi
:
·
merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
·
Radiasi diberikan kepada seluruh stadium
(I,II,III,IV lokal) tanpa metastasis jauh dengan sasaran radiasi tumor primer
dan KGB leher dan supraklavikula.
·
Macam pemberian radioterapi : radiasi eksterna ,
radiasi interna dan radiasi intravena
2.
Kemoterapi
·
Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan
kambuh
·
Macam kemoterapi : kemoterapi
neodejuvan,kemoterapi adjuvan,kemotrapi konkomitan
3.
Imunoterapi
·
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari
karsinoma nasofaring adalah virus epistein bar, maka pada penderita KNF dapat
diberikan imunoterapi.
4.
Operasi
/ pembedahan
·
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal
dan nasofaringektomi.
·
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi dan serologi.
·
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi
paliatif yang dilakukan pada kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
I.
Prognosis
·
Prognosis secara umum tergantung pada
pertumbuhan lokal dan metastasenya.
·
Prognosis buruk jika dijumpai
limfadenopati,stadium lanjut,tipe histologik karsinoma skuamus berkretinasi.
·
Prognosis juga diperburuk dengan beberapa faktor
seperti stadium yg lebih lanjut,usia > 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki
(arima, 2006)
J.
Komplikasi
·
Hipotiroidsme
·
Hilangnya jangkauan gerak
·
Hipoplasia struktur otak dan tulang
·
Kehilangn pendengaran sensorineural (nasir,
2009).
K.
Pencegahan
·
Pemberian vaksin
·
Mengurangi konsumsi ikan asin
·
Makan makanan yang bernutrisi
·
Mengurangi serta mengontrol stress
·
Berolahraga secara teratur
·
Health education mengenai lingkungan yang sehat
·
Membiasakan hidup secara sehat
(tirtamijaya,
2009)
L.pathway
II.Konsep Askep Karsinoma Nasofaring
A.
Pengkajian
aa. Identitas pasien
1.
Nama
Terdapat
nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.
2.
Jenis
Kelamin
Penyakit
tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada perempuan.
3.
Usia
Tumor nasofaring
dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54 tahun.
4. Alamat
Lingkungan
tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi rumah yang kurang
baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring serta lingkungan yang
sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak
tumbuh-tumbuhan.
5. Agama
Agama tidak
mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.
6. Suku Bangsa
Karsinoma
nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun
Oseania.Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China.
7. Pekerjaan
Seseorang
yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor nasofaring, karena
akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.
ab. Status Kesehatan
1.
Keluhan
Utama
Biasanya di
dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan
dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam
tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung yang terjadi
berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan ingus, sehingga berwarna
kemerahan.
2.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Merupakan
informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan
keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya
keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara
klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua
dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor nasofaring ini menunjukkan tanda
dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga peradangan dan nyeri, timbul
benjolan di daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan pendengaran,
perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi
dalam tahap yang lebih lanjut
.
3.
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Kaji tentang
penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan
penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
4.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Kaji apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring maka akan
meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.
ac.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Sistem
Penglihatan
Pada
penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris,
kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun konjungtiva
klien anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot
mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda
radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi karena
pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami beberapa gejala
yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis disebabkan klien
memiliki kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.
2.
Sistem
pendengaran
Pada
penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal dan
simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga.
Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan
tumor nasofaring sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.
3.
Sistem
pernafasan
Jalan nafas
bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan otot bantu
nafas dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis
pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk produktif dengan sputum
kental berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada klien simetris,
perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak mengalami nyeri
dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan sangat terganggu
karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat sputum
maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien mengalami
sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini
menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
4.
Sistem
kardiovaskular
Pada
sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama teratur,
tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh
klien 360C, warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan
tidak ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical 82
x/ menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada
nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga
tidak akan mengganggu peredaran darah tersebut.
5.
Sistem saraf
pusat
Tidak ada
keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien kompos
mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada pemeriksaan
refleks fisiologis klien normal. Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf
otak karena ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan
beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat gangguan pada otak
tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
6.
Sistem
pencernaan
Keadaan
mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak kotor,
saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare,
konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi,
hepar tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di saluran
pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
7.
Sistem
endoktrin
Pada klien
tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau keton, dan tidak
ada luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang
kalenjar tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem endoktrin.
8.
Sistem
urogenital
Balance
cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada perubahan pola
kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia,
anunia), warna BAK klien kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak
ada keluhan sakit pinggang. Tumor nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah
urogenital sehingga tidak mengganggu sistem tersebut.
9.
Sistem
integumen
Turgor kulit
klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit
baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan
infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat yang
terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang ada di dalam tenggorokan
sehingga pasien terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal
Saat ini
klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang, sendi
dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang
sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik.
Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan yang
mengganggu sistem musculoskeletal.
ad. Pola aktifitas sehari-hari
1)
Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan
pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit
sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang mengetahui
penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat.
2)
Pola Nutrisi Metabolic
Kaji
kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,
perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan
berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
3)
Pola Eliminasi
Kaji
bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami
gangguan eliminasi.
4)
Pola aktivas latihan
Kaji
bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami
kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
5)
Pola istirahat tidur
Kaji
perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6)
Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat
kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,pendengaran,
perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?
Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.
7)
Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji
bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah
klien merasa rendah diri? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri
karena penyakit yang dideritanya.
8)
Pola peran hubungan
Kaji
bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9)
Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah
ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada
klien?. Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan pasangan
karena sakit yang diderita.
10)
Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa
yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk menghilangkan stres?. Biasanya klien akan sering bertanya
tentang pengobatan.
11)
Pola nilai dan kepercayaan
Kaji
bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada
pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
12) pola
kebersihan diri
Kaji
bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga kebersihan diri.
ae.
Pemeriksaan
penunjang
Hasil dari
beberapa pemeriksaan diagnostik yang abnormal.
af.
Penatalaksanaan
Pemberian
terapi atau pengobatan untuk KNF,seperti radioterapi,kemoterapi serta
obat-obatan.
B. Diagnosa keperawatan
1.
Gangguan presepsi sensori (pendengaran) berhubungan
dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor.
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
3.
Nyeri berhubungan dengan benjolan massa pada leher.
4.
Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan pada citra diri.
C.
Intervensi
keperawatan
1.
Dx I
·
Tujuan :
mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori presepsi.
·
KH :
Mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.
·
Intervensi :
1) Tentukan
ketajaman pendengaran
R/ mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasan klien.
2) Orientasikan
terhadap lingkungan sekitar
R/ lingkungan yang nyaman membantu
proses penyembuhan
3) Observasi
TTV dan gejala disorientasi
R/ mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan
presepsi sensori yang lain yang dialami klien
4) Bicara
pada sisi telinga yang sehat atau dengan menggunakan tulisan
R/keluhan dan informasi dapat
tersampaikan.
2.
Dx II
·
Tujuan :
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
·
KH :
IMT sesuai dengan standart.
·
Intervensi :
1) Kaji
status nutrisi dan kebiasaan makan.
R/ mengetahui keadaan dan kebutuhan nutrisi
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diit yang tepat.
2) Anjurkan
klien untuk mematuhi diit yang telah ditentukan.
R/ kepatuhan terhadap diit dapat mencegah
terjadinya komolikasi hipo/hiper glikemi.
3) Timbang
berat badan seminggu sekali
R/ mengetahui perkembangan nutrisi klien
4) Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering
R/nutrisi dapat tersimpan dalam tubuh
dengan lebih efektif.
5) Sajikan
makanan selagi hangat
R/ menambah nafsu makan.
6) Kolaborasi
dengan tim gizi dalam menentukan diit
R/untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
7) Kolaborasi
pemberian antiemetik
R/mengurangi rasa mual muntah
3.
Dx
III
·
Tujuan :
rasa nyeri dapat teratasi/terkontrol.
·
KH :klien
tidak menunjukan tanda-tanda nyeri (grimace,gelisah,perubahan TD dan RR).
·
Intervensi :
1) Kaji
riwayat nyeri.
R/ mengetahui sifat nyeri.
2) Berikan
tindakan kenyamanan dan modifikasi lingkungan.
R/ meningkatkan relaksasi klien.
3) Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi.
R/ dapat mengurangi rasa nyeri.
4) Kolaborasi
pemberian analgetik
R/mengurangi rasa nyeri secara
medikamentosa.
4.
Dx IV
·
Tujuan :
klien dapat menerima keadaan dirinya.
·
KH :
mengatakan penerimaan diri dan keterbatasan dirinya.
·
Intervensi :
1) Monitor
pernyataan klien tentang harga diri.
R/ mengetahui respon klien.
2) Anjurkan
klien untuk mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya.
R/ membantu klien menggali potensi yang
dimilikinya.
3) Anjurkan
kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain.
R/ memunculkan rasa percaya diri klien.
D.
Evaluasi
1.
Berhasil :
perilaku klien sesuai dengan tujuan dan KH sesuai dengan waktu yang ditetapkan
dalam tujuan.
2.
Tercapai sebagian : klien menunjukkan perilaku
tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam tujuan.
3.
Belum tercapai :
klien tidak mampu sama sekali menunjukan perilaku yang diharpkan pada tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar