Sabtu, 26 Desember 2015

KONSEP DASAR NYERI


                                                              KONSEP DASAR NYERI



Nyeri
2.2.1 Definisi
   Nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.(Mc.Coffery, 1979)
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2002).
Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan (Wolf Weifsel Feurst,1972)
Menurut keperawatan nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya.Menurut International Association for study of pain (IASP) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

2.2.2 Etiologi
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau cidera
2.  Iskemik jaringan,
3. Spasmus Otot merupakan  suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak    terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
4. Inflamasi pembengkakan  jaringan  mengakibatkan peningkatan tek anan lokal dan     juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5.  Post operasi setelah dilakukan pembedahan



2.2.3 Patofisiologi
Pada saat sel  saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit chayatin,N.mubarak,2007)








Text Box: Trauma jaringan


 
           









 
2.2.4  Manifestasi klinis
1.    Gangguam tidur
2.    Posisi menghindari nyeri
3.    Gerakan meng hindari nyeri
4.    Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5.    Perubahan nafsu makan
6.   Tekanan darah meningkat
7.   Nadi meningkat
8.   Pernafasan meningkat
9.    Depresi,frustasi

2.2.5    Komplikasi
1.      Edema Pulmonal
2.      Kejang
3.      Masalah Mobilisasi
4.      Hipertensi
5.      Hipovolemik
6.      Hipertermia

2.2.6   Klasifikasi Nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut  biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya  menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan. (Brunner & Suddarth, 1996).
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.

2.2.7   Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b.      Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal
c.       Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d.      Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah

2.2.8   Fisiologis terhadap nyeri
1.      Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial) :
a.       Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b.      Peningkatan heart rate
c.       Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d.      Peningkatan nilai gula darah
e.       Diaphoresis
f.       Peningkatan kekuatan otot
g.      Dilatasi pupil
h.      Penurunan motilitas GI
2.      Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) :
a.       Muka pucat
b.      Otot mengeras
c.       Penurunan HR dan BP
d.      Nafas cepat dan irreguler
e.       Nausea dan vomitus
f.       Kelelahan dan keletihan
3.      Respon tingkah laku terhadap nyeri :
a.       Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
- Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
- Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4.      Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5.      Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1.      Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2.      Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3.      Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1.      Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.      Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3.      Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4.      Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5.      Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6.      Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7.      Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8.      Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9.      Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

2.2.9 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).











Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasivdengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah.



2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1  Pengkajian ( Nanda, 2005 )
 I. Nyeri akut
     a   .Mengkaji perasaan klien
     b.   Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
     c.   Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
II. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri yang di alami pasien. Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cidera atau luka.
Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
a. P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus  nyeri,terasa setelah kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
b. Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
c.  R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
d.  S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
e.   T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.

Respon fisiologis
a. Respon simpatik
            - peningkatan frekuensi pernafasan
            - dilatasi saluran bronkiolus
            - peningkatan frekuensi denyut jantung
            - dilatasi pupil
            - penurunan mobilitas saluran cerna
b. Respon parasimpatik
            - pucat
            - ketegangan otot
            - penuru nan denyut jantung
            - mual dan muntah
Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis
Respon afektif
Respon afektif  juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri. Pola kognitif dan perceptual
a.       Nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
b.      Skala nyeri

2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1.   Nyeri akut b.d cidera fisik
2.   Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
3.   Gangguan  pola tidur b.d ketidaknyaman fisik
4.   Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
5.   Defisit perawatan diri b.d gangguan  mobilitas fisik
6.    Ansietas b.d krisis situasional

2.3.3  Intervensi Dan Implementasi Keperawatan
1.      Nyeri akut b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah   nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a.       adanya penurunan intensitas nyeri
b.      ketidak nyamanan akibat nyeri berkurang
c.       tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut

Intervensi :
1.      Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah  nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor    pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan.
2.      Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
3.      Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
4.      Observasi TTV
 Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.

2.  Nyeri kronis b.d cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
a.       tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.      tidak ada posisi tubuh yang melindungi
c.       tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
d.      tidak kehilangan nafsu makan
e.       frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Intervensi :
1.      kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien, : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor    pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan serta mengetahui efek penggunaan obat secara jangka panjang
2.      Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui tingkat nyeri pasien
3.      Ajarkan pola istirahat/tidur yang adekuat
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri secara adekuat
4.      kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

3.  Intoleransi Aktifitas b.d kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
a.       Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
b.      Pasien tidak lemas
Intervensi :
1.      Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
2.      Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
3.      Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan

4.  Gangguan pola tidur b.d perubahan lingkungan(hospitalisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
a.       Kebutuhan tidur tercukupi
b.      Pasien tampak segar
c.       Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
1.      Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
2.      Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.

5.  Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
a.       Nafsu makan bertambah
b.      Pasien tampak lemas
Intervensi :
1.      Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
2.      Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
3.      Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang

2.3.4 Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien maka diharapakan :
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar